Aku dan
Kegilaanku
Seperti biasa, dering HP yang selalu menyambut
pagi kali ini aku sudahi, kukatakan pada LG bahwa akus sudah harus mandiri,
tanpa ada kamu, aku bisa bangun sendiri, kali ini bukan ibu dan bukan kekasih
yang mengabari untuk membangunkanku, kali ini memang aku ingin, aku sendiri
terbangun di 1/3 malamku.
Kukatakan, “Aku tidak akan keberatan jika aku
kehilangan Hpku, tapi aku akan sedih jika aku kehilangan jam tanganku.” Pasti orang
mengatakan,
“Heh, apa kamu sudah tidak waras, Jam tangan
itu gak nyampai 500.000, HP itu mahal....”
“Setidaknya kamu tidak butuh waktu untuk
melihat jam tanganmu, karena kamu akan melihat waktu ketika kamu melihat jam
tanganmu.”
Sobat, aku kali ini ingin menulis lagi dari
sekian tulisah receh sampah yang akhirnya membuat si dia terjatuh lagi. Kali ini
aku mengalami masalah, entah serius atau sekian kali serius. Pada mulanya aku
merasa bahwa aku akan pasti belakangan, namun setelah aku cerita ke teman,
“Santai can, jangan kamu susah, terpenting
kamu usaha dan jalan, jangan terlalu dipikir, percuma kalau dipikir, dijalani
aja”
“Betul ya, kenapa aku baru bilang sekarang...”
“Semua orang pasti ada masalah can, tapi lihat
dulu kepada siapa mereka cerita.....”
Dia menenangkanku, dia teman yang memang bukan
apa-apa bagiku, kita jarang bertegur sapa, bukan karena aku yang tidak dekat,
tapi karena aku yang menjauh dari golongan mereka. BENCI? Lebih tepatnya aku
ada kesibukan lain yang sejenak melupakan mereka.
Pagiku terasa berat sebelah, saat aku sedang
terbangun di samping tiang masjid dan ditemani tas eiger abu-abu hitamku, untuk
kedua kalinya aku memutuskan tidur di masjid. Ditemani sajadah hijau dan
hangatnya rompi hitam, serta suara kipas angin yang selalu berdering kala
memutar haluan.
“Aku malas bangun sobat aku masih ingin
menikmati hangatnya pelukan mimpi.”
“Jangan gitu, kamu harus bangun dan sholat
malam”
“Ah nanti aja masih jam 4.00”
“Hei kamu sedang dalam masalah lekas bangun”
Seperti Ikal dan Arai dalam edensor dimana
kedua karakter ini seakan seorang, aku tahu bahwa Andrea Hirata juga akan
mengatakan demikian.
“Aku dan Arai itu sebenarnya satu. Arai adalah
sisi baik dimana aku dulu kesepian, dan dia adalah kesepianku....”
“Bang Andre, apakah Arai itu Tuhan yang selalu
mendengarmu?”
“Jika aku katakan iya, apakah kamu percaya
itu?”
“Aku akan mengatakan IYA........”
“Haha, hanya kita yang tahu saja, aku buat
karakter Arai seperti tinggal dia manusia yang tahu saat kita kesepian....”
Boleh dikata, aku juga sepertimu Bang, aku
punya teman yang selalu menjadi bayanganku, ketika dia adalah aku, dia adalah
aku, ketika aku adalah aku, aku bisa bukan aku. Aku juga memiliki sisi dimana
aku dan dia ada. kuberi nama dia Isaac.
Sudah 3 tahun sekian bulan aku terjebak di
jogja, sudah empat kali aku harus berpindah karena kesalahanku, kukatakan ini
karena kenekatanku untuk berani atau untuk dihina. Di tempat yang baru ini,
seperti biasa, aku hanya butuh tempat untuk menaruh barang, sisanya hanya
tempat persembunyian saat sang bayangan datang.
Di zaman yang seperti ini, aku berlagak
seperti orang tua yang sudah mempunyai anak belia dan siap dipinang. Bukan 1
atau 2, sudah ada 3 wanita yang siap menanti untuk kupinang. Kukatakan iya atau
tidak aku akan datang untuk memberi lamaran, namun aku tidak akan pusing dengan
penolakan darimu, bukan karena aku yang mahal atau sok mahal, tapi aku tahu
bahwa dirimu juga sangat berarti dimata lelaki lain.
Aku tetap hanya lelaki pemimpi yang bisa
memilikimu sayang, aku masih sangat belia, usiaku masih belum kepada tiga,
kemapananku taklebih baik dan kaya raya daripada mereka, yang diam-diam
mengatakan suka padamu. Kukatakan mereka lebih pantas dari aku yang terus
menghujan cerita cinta dan gombalan masa belia ini.
Kuterjebak dalam ruangan yang tak bersekat, di
sini dinding antara aku dan kamu tidaklah setinggi lalu, aku takut jika kamu
tidak bisa mencapaiku, atau sebaliknya aku juga takut jika aku tidak sampai
mendekatimu. Sehingga aku katakan kala itu
“AKU EDAAAAAAAAAN!!!!!!”
Kuisak tangisanku dalam ruangan yang tergenang
dengan air, di sana ada 8 orang laki-laki yang siap memegangiku saat aku sudah
tidak normal lagi. Aku katakan bahwa ini adalah kutukan, kutukan mimpiku yang
terus membayang. Secepat mungkin aku kembali dari rehabilitasi karena aku yang
setengah tak waras ini terus menghujat tuhan.
“Apa kamu percaya Tuhan mas?”
“Aku tidak percaya Tuhan........”
“Mengapa,? Terus mengapa kamu sholat?”
“Karena aku belum pernah melihatnya, yang aku
lihat itu bukanlah tuhan itu hanya aku dan bayanganku...”
“Jadi sebelum aku melihatnya aku belum bisa
percaya pada tuhan...”
“Aku sudah mencoba untuk pindah agama dan
kepercayaan, aku percaya dengan Yahwe tuhan Yahudi, aku percaya Sang Hyang
Widhi Washa tuhan Hindu, Aku percaya Tuhan kata budha, Bahkan aku percaya
Atheis tanpa tuhan, aku percaya Yesus itu Tuhan Kristen, dan Tuhan ada 3 Bapak,
Ibu dan Anak ala katolik, dan Tuhan ala Nashrani, Tuhan ala Syiah dan
tuhan-tuhan yang lain... tapi aku tidak percaya tuhan di islam....”
“Mengapa kamu tidak percaya tuhan di islam?
Bukannya kamu islam?”
“Karena Aku islamlah aku tidak percaya tuhan
islam..................................”
“Kok bisa begitu?”
“Karena di islam tidak ada
tuhan.......................”
“Terus selama ini kamu menyembah apa?”
“Aku menyembah Allah....”
“Apa bedanya Allah dan Tuhan”
“BEDA”
Dalam kerangka baca yang aku alami ini memang
orang mengatakan kebebasan berpikir untuk terus memberikan jawaban akan kondisi
pertikaian hati dan pikiran, apakah sejatinya dan hakikinya kehidupan.
Aku pernah tidak ingin sholat, bukan karena
aku merasa sudah jenuh sholat, tapi aku ingin merasa diri ini benar-benar tidak
usah sholatlah, yang penting baik agar nanti juga tahu bahwa mereka yang
bercadar pun juga belum tentu laku di mata lelaki.
Tapi ketika aku menghendaki untuk tidak
sholat, mengapa aku terbangun di sepertiga malamku, aku mencoba untuk tidur
lagi dan terbangun jam 3.15, ku tidur lagi dan terbangun di jam 3.30 hingga
akhirnya aku terbangun di jam 4.00.
Aku marah pada diriku, jangan dan sudahi
bangun jam segini, aku capek bangun jam segini, aku mau tidur dan bangun jam
6.00 pagi. Namun kenyataan berbeda, aku justru terbangun kala adzan
berkumandang. Entah apa atau apa, tapi itu alarm yang selalu membangunkanku
saat aku terlelap di bilik kamar.
Jika kamu tahu, banyak mahasiswa yang sudah
mulai gegam gempita ketika sudah menjelang masa akhir kuliahnya, mereka seakan
sudah siap dengan status sarjana di diri mereka, aku juga tidak marah jika aku
juga menghendaki demikian, hanya saja aku ini merasa sudah semestinya jika aku
nanti digambarkan
Lulus, Kerja, Nikah, Tua, Mati (sudahlah ini
siklus manusia hidup)
Aku sempat berpikir
Belum Lulus, Mati (udah itu saja, jangan yang
lain)
Tapi banyak orang menolak untuk demikian,
mereka mengatakan bahwa hanya orang bodoh yang tidak ingin menikah...
Aku sejujurnya juga tak ingin menikah, juga
tak ingin bercinta dengan siapapun, apakah ingin dengan diri ini, dengan
tangan?
Bukan, aku ingin menikmati masa-masa mudaku
dengan kemudaanku, benar apa kata bang roma, bahwa masa muda adalah masa yang
berapi-api. Merasa semua dimiliki dan tidak peduli. Namun saat aku cuek dan
tidak peduli, mereka justru peduli, dan ketika aku peduli, mereka justru
cuek...
“Timing orang berbeda can, kamu atau aku kita
berbeda, mungkin jam aktif di hidupmu, belum tentu jam aktif di hidupku.”
Ya bisa dikata demikian, aku sedang dalam masa
dimana orang mulai mengatakan
“Kapan pendadaran mas?”
“Sudah sejauh mana skripsinya?”
“Masih kuliah po mas?”
“Belum apa-apa bu, saya masih magang dan itu
bermasalah. Mungkin saya akan molor kuliah dan mengulang magang lagi.”
“Lha kok bisa? Apa gak kepingin lekas
lulus...?”
“Bukan gak kepingin bu, tepatnya masih belum
butuh untuk lekas lulus...”
“Lha piye nak gak butuh lulus, orang tua di
rumah bagaimana?”
“sudah saya katakan Bu, orang tua mengizinkan
saya molor kuliah...”
“Memangnya sudah tinggal berapa SKS lagi?”
“Tinggal Magang, Tugas Akhir, Engineering
Ethics, Komprehensif, dan 4 mata kuliah lagi sudah lulus.”
“Lha gene, dirimu ki lo yowes pantes, ndang
lulus, terus kerja dan nikah...”
“Budhe, saya masih ingin menikmati status
mahasiswa saya, dimana saya memakai uang orang tua untuk foya foya dan berdosa,
makan semuanya sampai perut membuncit dan menyesali, mengapa aku dulu tidak
menjaga berat badan, ngobrol sana-sini membahas cewek cantik dan cewek gak
cantik.. Sejujurnya budhe, masa laluku sebagai mahasiswa sudah terbuang karena
kerja, partime, privat, amanah dan lain-lain, kali ini saya ingin merasakan
yang namanya diri mereka yang dulu membuatku ingin seperti mereka tapi tak bisa
karena beban orang tua...”
“Apa salah jika aku pingin nakal, minimal
orang tua akan semakin menyesal karena anaknya tidak lekas lulus kuliah.?”
“Dasar aneh, lha gene kamu lo mas, mosok
kuliah pingin molor daripada lulus tepat waktu....”
“Saya lebih memilih santai dari pada
terburu-buru budhe, karena ketika saya santai justru saya merasa cepat dan
faham, tapi ketika saya grusa grusu, saya merasa kurang begitu mendapatkan
hasil yang maksimal....”
Sejujurnya dengan keadaanku yang seperti ini,
aku sangat merasakan kenyamanan dalam diriku, kemana-mana membawa status
mahasiswa tingkat akhir yang sudah siap dengan skripsi dan paper di tangan. Aku
sangat setuju dengan pesan Pak Yitno..
“Dulu, mahasiswa itu raknya dipenuhi dengan
buku-buku... Jika sekarang ada mahasiswa yang wisudanya berfoto dengan
background rak buku, sedangkan di kamarnya tidak banyak buku yang dia miliki,
atau buku yang dia baca, itu namanya mahasiswa MUNAFIK!”
Sejujurnya itu alasan mengapa aku sudah mulai
memperbanyak koleksi buku di kamar, ketika doni datang ke kamar
“Mas bukunya boleh tak minta?”
“Jangan ya don, kamu boleh minta filenya tapi
aku tidak akan mengizinkan siapapun meminta bukunya, bukan aku yang pelit, tapi
di sana ada coretan dan reviewan yang aku baca dan kenangan.”
Karena sejujurnya kehilangan buku itu lebih
kehilangan daripada kehilangan uang, ya atau tidak cobalah kamu membeli buku,
dan kamu pinjamkan ke orang lain setelah itu kamu melupakannya dan tidak pernah
membahasnya lagi sampai pada akhirnya kamu tahu bahwa bukumu itu sudah tidak
ada.
Setelah aku lihat banyak buku yang aku baca,
sekarang aku ingin besok di kamar bukan buku-buku lagi yang memenuhi di selasar
dan beranda kamar, tapi buku-bukuku, buku karanganku yang memenuhi di setiap
celah kamarku. Kali ini aku suka dengan tulisan, dan aku jadikan menulis adalah
hobi yang aku gunakan disamping membaca.
Sejujurnya kali ini hobi membaca dan menulis
sudah mulai hilang ditelan zaman, jika aku buka lembaran lama, kala masih
berbaju putih biru, aku melihat di sana tulisan biodata lengkap serta foto 3x4
dengan tulisan dan nama makanan favorit sampai cewek idaman dan hobi.
“HOBI : Membaca dan Menulis”
Hampir setiap buku yang aku baca, yang ada di
binder mereka selalu tertulis, “HOBI : Membaca dan menulis”
Namun aku sendiri di binderku aku tulis, “Hobi
: Memasak, Ngomel dan tidur di atap rumah saat malam hari”
Sontak teman-teman pada tertawa dan meledek,
kamu ini lelaki hobi masa, ngomel
“Hoe boy memasak dan ngomel ki hobine cewek,
bukan cowok...”
“Lha arep piye, memang nyatane yo ngono, nak
hobimu opo?”
“iki lo.......”
Iyaaahhhhhh benar, membaca dan menulis, baru
tahu bahwa mereka semua itu Cuma omong kosong. Setelah sekian lama aku membaca
buku binder biru itu, baru kali ini aku menyadari bahwa hobi mereka sekarang
menjadi hobiku,
“Hobimu apa mas?”
“Membaca dan Menulis...”
Haha, aku kembali ke masa zaman SMP dimana
dulu Hobi membaca dan menulis itu seakan umum dan sekarang hobi membaca dan
menulis seakan langkah.
“Hobimu apa dik?”
“.............................” (Mereka
bingung)
Ya itulah permasalahannya, mereka tidak punya
hobi, justru itu yang aku khawatirkan. Setelah sekian banyak aku ngobrol sama
mereka, aku tanyakan balik ke mereka.
“Sebenarnya kamu tahu apa itu hobi?”
“Sesuatu yang sering dilakukan saat kapanpun
mas...:”
“Kalian tahu benar namanya hobi, kenapa ketika
aku tanyakan hobi, kalian justru bingung?”
“Aku suka main game di HP, aku suka dengar
lagi di HP...”
“Kenapa gak tulis aja di bukumu, Hobiku baca
status dan menulis status, serta baca status orang lain dan chattingan di WA
serta buka instagram dan lihat insta story...”
“heemm..... itu hobi ya mas?”
“Wkwkwkwk bukan, itu kecanduan.....”
Di zaman seperti ini, jika masih ada orang
mengatakan aku produktif tapi hanya berkata di HP saja, dan aku bermesraan
dengan dia dan itu hanya di HP saja, kamu akan lekas bosan.
Anehnya mereka mengatakan tidak kecanduan,
padahal sejujurnya itu justru kecanduan. Jika kamu tahu, kecanduan apa yang
bikin kamu kurang produktif, ya kecanduan HP ini. Maka dari itu, apa yang
sedang aku lakukan adalah bagaimana caranya untuk menggerakkan diriku agar
tidak kecanduan dengan HP, sejujurnya HP itu merusak pikiranmu, daya ingatmu
dan masa depanmu. Bahkan HP ini akan membuat moodmu kurang begitu menyenangkan.
Jika kamu ingin lebih produktif dalam hidup,
sudah tidak usah membeli paketan dan membeli paket internet, itu buang-buang
waktu dan buang-buang pulsa. Lebih tepatnya coba kamu sejenak tidak membuka HP
selama 1 jam, 2 jam 3 jam atau 4 jam. Jika kamu dalam sehari tidak membuka HP
selama 2 jam terakhir. Kuacungi Jempol.
Jadi sekarang tahu kan, apa yang membuat
kegilaan bagiku.
Karena teknologi itulah yang merusak masa
depan bangsa.
Sejujurnya, aku hanya memakai waktu kurang
dari 2 jam untuk menulis ini, dan sekian menit aku ke kantin untuk mencari
cemilan agar terisi perutku, baru aku sadar bahwa aku bukan lapar, tapi memang
harus makan, entah ada apa dengan diriku ini
Secercah ini hanyalah tulisan sampah yang aku
gunakan untuk mengobati kejenuhan pikiranku yang tadi terlintas di jalan,
mengapa? Karena aku merasa bahwa pikiranku harus terdokumentasi dengan baik
ketika kamu menulis, sehingga aku katakan ini tulisan sampah, karena tidak ada
nilai sama sekali di dalamnya
****