Saturday, May 19, 2018

Bingung

Indah pada Waktunya
Bukan cinta yang baik, tapi cinta yang teratur dan mengalir. Jika memang demikian yang terbaik baiklah memang harus benar benar sadar, siapa aku dan siapa dia. Siapa aku dan siapa mereka. Ini bukan perilah merendah atau meninggi, memulia atau merajalela, lebih tepatnya bagaimana diri ini bisa terus dan terus bermunajat pada Allah, tanpa ada niatan untuk membelok, karena memang bila dirasa akan semakin menghina.
Menang jadi abu kalah jadi arang, kuhinakan diriku agar semua tahu bahwa memang menjadi seorang yang dimulyakan itu hina sekali rasanya. Kumerasa sangat hina dengan semua ini, sungguh sangat menyedihkan, aku seperti hewan, hewan yang lupa akan daratan, aku terus terbang dan terus terbang, sedikit demi sedikit aku baca ceritaku yang penuh dengan gombalan dan kemuraman, benar apa kata Mbah Kiai, cinta itu kalau dipikir bikin ngilu, semua itu seperti lupa akan diri dan lupa akan siapa kita. Sejenak aku menjauh dari mana yang namanya cinta itu, aku tak ingin bermain lagi dengan cinta-cinta itu memang membuat banyak orang sakit hati. Aku lebih memilih untuk menjauhi cinta, kuakan bercerita kepada siapa yang bisa aku ajak cerita, semua orang memang begitu, hitam dan putih, sejujurnya aku ingin membuat catatan hitam dalam diriku, kukatakan pada diriku ini adalah catatan hitam pada diriku, aku membenci dan aku mencintai, aku percaya dan aku dihianati, aku bermimpi dan aku teruji, aku tertawa dan aku menangis.
Aku pernah ada pikiran bebas terkait apa yang ada di dirku, ini bukan terkait melawan tuhan atau melawan imam, atau melawan arus, lebih tepatnya aku melawan diriku sendiri.
“DEPRESI”
Orang masih berpikiran aku belum waras, mereka masih menyangsikan diriku yang sembuh sepenuhnya, dan aku tahu bahwa beberapa dari mereka ada yang tertawa, beberapa ada yang bingung, beberapa ada yang hibah, beberapa ada yang benci, tapi sejujurnya, aku mau mengorek luka dan borok dari sisa itu, bagaimana dengan diriku dan bagaimana dengan kalian. Kukatakan pada kalian
“Itulah luka, apakah kalian bisa membersihkannya?”
“Berbekas bukan?”
Ya seperti itulah luka, kepercayaan yang terhianati, cinta yang enggan untuk mendekat karena menggelitik, kecerdasan yang membodohi, atau keimanan yang mengkafirkan, ini menjadi sebuah pertanyaan dan jawaban, bahkan jawaban bisa jadi pertanyaan, kebingungan menjadi kunci bagaimana realita hidup itu terus menerus bermakna.
Orang selalu mengatakan bahwa
“Enak itu, dia cerdas, tampan, dari tempat bagus, yakin aku dia pasti suksesnya...”
Kalau aku katakan, aku tak ingin sukses, apa kamu akan keberatan?
Dunia ini memang lucu, mereka hanya menertawakan sesuatu yang sejujurnya kebodohan mereka, mereka cenderung takut dan enggan untuk membahasnya.
Aku di sini ingin bertanya padamu, wahau pemuja kebenaran
Jika tuhan kelak memenangkan mereka yang bohong, apa kamu akan percaya?
Dunia ini lucu
Jika kelak kamu dikatakan sesat, padahal kamu benar
Apa kamu akan percaya?

Sejujurnya aku akan tertawa melihat kalian yang lucu itu
“Ow seperti ini ya perilaku para penghuni surga...”
Memangnya kalian tahu surga seperti apa?
Sudah pernah melihatnya?
Jika aku katakan aku pernah melihat?
Apa kamu percaya?

Memangnya kamu tahu neraka itu seperti apa?
Pernah masuk ke dalamnya?
Jika aku katakan pernah melihat?
Apa kamu percaya?

Memang kamu tahu siksa kubur itu seperti apa?
Pernah dengar atau pernah melihat?
Jika aku katakan pernah melihatnya
Apa kamu percaya?

Kamu masih percaya dengan Tuhan?
Pernah mendengar suaranya dan melihatnya?
Jika aku katakan aku pernah melihat
APA KAMU PERCAYA?

Jika aku katakan Tuhan itu tidak ada
Apa kamu akan marah?
Aku tidak pernah percaya dengan tuhan
Aku percaya itu Allah
Seumur hidupku tidak ada yang namanya tuhan
Adanya ALLAH
Allah itu pusat dari semua muara dirimu
Allah itu SUCI dan LUHUR
Allah itu PUJIAN
Dan Allah itu PEMILIK

Aku katakan padamu wahai aku
Aku yang bodoh, atau kamu yang cerdas
Bagaimana jika didunia ini ada orang namanya JANCOK
Terus dia hidup di bumimu
Dia adalah orang cerdas, berparas tampan, dan orang mengatakan dia itu brilian di negaranya
Lantas dia datang atas undangan negara
Lalu dia berpresentasi dengan baiknya
Sir Prof. Jancok
Setiap orang mengatakannya pasti dia tertawa
Dia merasa santai, dia menganggap bahwa orang berpikiran bahwa dia itu lucu dan keren
Okeh, dia berlanjut terus
Dan ketika orang yang sudah tidak tahan marah di tengah-tengah kalian yang menertawakannya
“HEI DIAM KALIAN SEMUA, KALIAN MERUSAK dan MENGGANGGU KONSENTRASIKU AKU SEDANG MENDENGAR APA UCAPAN PROF. AHMAD”
“HAI SAUDARA, BUKANKAH namanya itu JANCOK”
“NAMANYA ITU ADALAH PROF. MUHAMMAD ISKHAK AL HAFIDZ”
“WKWKWKWKWKWKW NGACAO”
Terus prof. Jancok mengambil miknya dan berkata
“Benar sekali, nama saya adalah Sir. Prof. H. Muhammad Iskhak Al Hafidz Rokhimakumulloh”
“Lantas Prof. Mengapa anda mengatai diri anda Prof. Jancok?”
“Bukankah itu bagus buatmu?”
“Itu hinaan prof.”
“wkwkwkw, apa kamu merasa mulya?”
“Aku lahir di sebelah kampus ini, ibuku adalah penjaga parkir di seberang kampus ini, dulu selepas SMA aku mendapat tawaran untuk melanjutkan studi di kampus luar, padahal ibuku percaya bahwa kampus ini terbaik...”
“hhhhhmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm”
“Saya suka kata jancok, agar saya bisa menertawakan diri saya sendiri.”
“Ha.”
Lantas semua audiensi menjadi malu, mereka seakan telah salah menertawakan dirinya sendiri, mereka seakan menelan ludah.....
“Hai kamu, namamu siapa?”
“Saya Prof. Kontol”
Orang yang tadi meneriakinya itu adalah orang yang mengerti benar perjuangannya, dia adalah dosen yang dulu hibah dengan orang tua prof. Jancok.
“Ok Prof. Muzi, saya tahu itu pasti kamu.”
Lalu prof. Jancok mendekat dan menyalami prof. Kontol, mereka duduk bersama dan mengobrol berdua di sebuah serambi. Lantas mereka meninggalkan sebuah pertemuan besar yang sangat megah dibuatnya. Semua audiensi seakan bingung mengapa Jancok dan Kontol lebih mulia dari diri mereka.
Beberapa peserta akhirnya memilih untuk pergi dari acara karena mereka bingung. Beberapa ada yang tetap duduk di sana, berharap semua akan baik-baik saja dan menjalankan rutinitas seperti semula, beberapa dan ada salah seorang yang mendatangi mereka.
“Prof. Jancok dan Prof. Kontol..........................”
“Iya....”
“Boleh aku ikut duduk bersamamu?”
“Boleh.....................”
“Siapa kamu?”




>>> to be continued

Saturday, May 12, 2018

yang kedua kali

KEDUA
Di depan ayunan di selasar kampus, dimana ketika itu Diah dan Rahmad bertemu, mereka berpapasan di sebelah masjid, dimana dulu mereka bertemu pertama kali, setelah Diah meliah Rahmad yang sering menjadi perbincangan banyak orang, karena Rahmad memang sedang dalam masa menerima hukuman akibat ulah yang dia perbuat.
“Maaf ya jika aku membuat kalian semua khawatir, hingga sampai menangis dan berharap kesehatanku..”
“Kenapa kamu selalu minta maaf?”
“Ndak papa, aku sendiri memang sudah harus sadar, bahwa itu semua aku keluarkan dengan cara yang baik....”
“Apa maksudmu,?”
“ya yang itulah, mana lagi coba...”
“Sudah tidak usah dibahas lagi, aku tak ingin membuat kamu kepikiran dan trauma lagi”
“Iya tidak apa, aku akan memakluminya...”
“Terima kasih ya, aku sadar sepenuhnya sekarang, dengan apa perbuatanku itu memang bukanlah hal yang baik untuk dibicarakan, hingga semua seperti kebanjiran jenggot dan geram”
“Aku tak tahu apa yang ada dibenakmu mas, kamu terlalu baik menjadi orang, bahkan aku sendiri merasa sangat iri dengan dia yang selalu bisa menemanimu..”
“Iya tak apa kok, aku juga mendoakan yang sama padamu, karena aku tidak ingin ini saling melukai..”
“Jadi mas, apakah kamu akan lekas pergi?”
“Sepertinya demikian...”
“Mas andai kamu tidak jujur pada diapun, aku juga mau...”
“Haha, aku suka yang jujur, aku tidak ingin melukai siapapun...”
“Aku tidak tahu, tapi kamu ada kesan pertama aku jumpa, aku merasa bahwa kok bisa ada ya orang seperti kamu....”
“Panjang ceritanya, aku tidak bisa begitu saja mengomongkannya denganmu, mungkin benar jika doamu yang membuat aku kembali berlahan dan datang untuk kembali mengingatmu”
“Mas..... Bapak ingin sekali bertemu denganmu.... Kata Bapak mana orang yang buat anakku lupa diri? Kata Bapak mau digamprat, biar sadar.... hehe”
“Iya lain waktu jika berkenan aku ingin sowan lagi ke rumah, aku juga ingin bertemu dengan Bapakmu...”
“Mas........................... jujur saja aku ini senang pas ada kamu di sana, aku ingin kembali lagi, tapi entah mengapa aku menjadi salah ketika kamu pergi, mutlak sekali salahnya...”
“Sudahlah, ada tidaknya aku, semua akan menjadi qodar kita, syukuri dan terima saja apa yang terjadi... kamu juga menghendaki demikian kan?”
“Mas, aku sangat iri dengan teman-teman yang bisa foto bersama denganmu, wajahmu jelas bersanding....”
“Bukan sekarang, bersabar ya, kamu masih lama kuliahnya?”
“Ya, lumayan mas, kamu gimana tentang studimu?”
“Alhamdulillah, sudah mulai seperti semestinya.....”
“Bagaimana ya mas, aku tidak tahu apa yang ingin aku sampaikan, dan apa yang terjadi ketika itu.... aku baca lagi pesan pesan baikmu padaku, tapi aku juga enggan untuk menghapusnya, aku ingin menghapus, tapi aku merasa menyesal....”
“Ya berdoa boleh kan, kudoakan semoga apa yang semua inginkan perlahan lahan datang, jangan dipaksa untuk lekas datang, tapi perlahan dan tunggu waktu dan timing yang tepat..”
“Setuju mas, aku suka dengan gayamu. Kamu itu ya gimana ya, apa adanya lah.... namun setelah sekian banyak rumor dan cerita tentangmu mas, aku tahu bahwa kamu memang bukanlah seperti yang mereka katakan, justru kamu itu lebih dari apa yang dikatakan ideal, optimal apalah aku tak tahu...”
“Haha, kamu tahu aja kalau aku suka dipuji....”
“Kecekik lo mas nanti kalau keterlaluan kupuji....”
“Mau aku puji lagi, biar kamu kepayang...? bisa masak tidak?”
“Ehmmmmm, entah, belajar mas, belajar...”
“Haha, cewek zaman now, modal macak doang digencarin”
“Halah kamu mas, sombong ya...”
“Wkwkwkw, jangan memerah ya....”
“HAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA” (menutup muka)
“Tahu kan bahagia itu?”
“Ternyata tidak bisa dibeli dengan apapun ya mas, Cuma bisa bertemu aja seakan bahagia sekali...”
“Apa kamu mau membeli doaku?”
“Berapa mas harganya? Senyumanmu.......... bagaimana?”
“hmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm”
“hm_____________________________________” (speechless)
“Kenapa mas? Kenapa kamu menangis?”
“Cantik....”
“Mas..... aku ingin membersihkan air matamu...........” (Mengambil tisu)
“Maaf, jangan sekarang..................”
“Astagfirulloh”
“Ya kan, sudah ya, ini bukan nafsu lagi, ini sudah di luar nafsu...”
“Kamu mas, selalu bisa buat aku merindu sampai berpeluh, kamu membuat aku mati gaya, kamu merusak hari indah dan mengindahkan hari kacauku, kau sekarang mulai mengitari kepalaku, kamu mulai meramaikan isi hatiku, di saat ada undangan menikah aku takut itu kamu dengan yang lain, kamu membuat aku semakin sadar, kamu memuliakanku sampai aku lupa akan aku sendiri, kamu membuatku semakin malu dengan diriku sendiri, kamu meninggikanku sampai aku ingin selalu bermimpi tentangmu, kamu itu kamu ini, selalu ada kamu, sedikit-sedikit kamu, kadang aku masih merasa kaget saat pintu masjid bergeser di tengah malam, aku terbangun dan aku kira kamu, kadang aku masih ingat saat itu aku melihat sorban putih itu di selendangmu, kamu ini membuat aku merasa ingin selalu memeluk, memeluk diriku sendiri, aku berdoa jangan mati, aku mau bertemu kamu untuk yang kedua kali, izinkan aku untuk bertemu denganmu untuk yang kedua kali, aku berdoa pada Allah agar diberikan kesempatan untuk kedua kalinya, kedua kalinya bertemu denganmu, kedua kalinya aku bersyukur mas, aku bahagia, aku bangga aku senang aku ingin aku butuh, aku mau aku, ini, aku itu aku ini dan itumu.”
“Iya iyaaa...........................”
“Mas ini isi hatiku, aku mau kamu menjadi gulingku disetiap malam, aku ingin itu kamu, aku ingin kamu yang merasakannya, aku tidak butuh apapun, aku hanya butuh KAMU.!”
“hahaha...........”
“Aku berkomitmen mencintaimu, dulu, kini dan nanti”
“terima kasih... boleh aku lihat tanganmu?”
“Ini mas....”
“Kuramal, kelak kita akan segera bertemu. Percayalah”
“Aamiiiiin”
“Assalamualaikum”
“Lha mas, keburu pergi.......”
“Jawab salamku......”
“Waalaikum salam”
Rahmad pergi...............................
“Mas...................................?”
Diah terbangun, ternyata itu hanya mimpi Diah.
“Ya Allah, aku bermimpi dia lagi, aku sudah ingin melupakannya, tapi dia terus datang, semoga dia tidak apa-apa, jaga selalu dia Ya Allah, walaupun bukan milikku, tapi aku juga merasa memilikinya. Terima kasih mas Rahmad, kamu mengajariku bagaimana terbangun di 1/3 malam, dan mengucapkan selamat tidur.”

Jam 3.00 menunjukkan waktu dimana Diah terbangun di sana, dia mengambil buku doa dan wudhu sembari sholat hajad.

Sunday, May 6, 2018

kamu

                                                                Untuk Kamu

“Tahukan sekarang bagaimana rasanya pacaran denganku?”
“Kamu merasa bahwa diriku selalu dekat denganmu, bahkan kamu merasa selalu bersama dan bersemayam dalam benakmu”
“Padahal kamu hanya semakin senyum dan nangis, di saat kamu mengingat dan di saat kamu merindu.”
“Kamu tahu, kita sangat dekat, kamu bahkan bisa selalu bertemu denganku setiap waktu”
“Terasa bagaimana rasanya kasmaran sampai kepalang”
“Jika kamu tahu, aku ingin bertanya pada ibumu, atau bapakmu”
“Mengapa aku tidak dilarang atau dimarahi bahwa aku telah menyakiti perasaanmu.”
“Ataukah memang dari beliau sudah pasti menerimaku sebagai orang yang mengusik ketenangan”
“Tahukah ini hanya sebuah isyarat dimana aku tidak akan pernah tahu kamu seperti apa”
“Rindu ya?”
“Justru kamu akan sangat rindu kala tidak ada kata-kata dariku”
“Kamu tahu mengapa?”
“Ya karena kamu seperti menunggu kapan kita berpapasan, atau berjumpa”
“Aku tidak ingin mengusikmu yang dulu mengatakan bahwa aku sempat tak akan memberi harapan”
“Tapi di sini bagaimana perasaanmu, semakin merasakan bahwa dirimu memang mahal di mata siapapun”
“Bahagialah dirimu, karena akan banyak pria yang datang untuk mendekatimu”
“Jika kamu memang merasa bahwa doamu akan selalu mendekatkanku”
“Aku juga demikian, aku meminta agar aku lekas menemukan jalan bagaimana kita bersama”
“Inilah caraku mencintai, kutak usah bertemu tapi kamu akan bahagia”
“Bukankah kita selalu bersama dalam setiap doa yang kamu panjatkan di 1/3 malammu?”
“Pastinya kamu seakan ingin memuliakan diri.... ya kan?”
“Kamu memaksa diriku untuk terus menunjukkan kenekatanku, maka aku jawab sejujurnya, bahwa melihat kamu bernapas dan dari samping adalah caraku untuk mendekatimu”
“Jika boleh dibilang, kamu cantik, selalu”
“Aku tidak ingin menyakiti perasaanmu. Aku hanya ingin memupuk kemuliaan di dirimu”
“Entah orang mengatakan bidadari atau apalah”
“Aku tak pernah berpikir demikian, kamu memang indah, pada waktunya kelak kamu akan sadar mengapa kesederhanaan itu mahal daripada berlebihan”
“Karena sederhana yang memuliakan kita”
“Sejujurnya jika dibilang cinta, aku ingin cintamu memang mendekatkanku pada Rabbku”
“Karena aku tak ingin mencintaimu melebihin apapun selain mendekatkanku pada yang seharusnya mencintaiku”
“Jika boleh kusentuh, apakah jari manismu masih seperti dulu.”
“Ya, aku sempat melihat tanganmu, tangan manis seorang wanita.”
“Penuh dengan kesabaran dan kelembutan”
“Kamu lucu, atau aku yang salah menerima”
“Kamu cantik, atau aku yang berlebihan”
“Karena ketika aku menulis ini, aku merasa kamu juga membacanya, entah seperti apa ekspresimu”
“Tapi ini adalah gayaku aku akan selalu merasakan cinta”
“Tahu kenapa?”
“Ya karena aku sadar bahwa dengan menulis ini aku merasa terus hidup untuk selalu menjawab tantangan zaman”
“inikah yang kumaksud, cinta itu tidak usah berlebihan.”
“Cukup dengan doa sebagai hadiah minggu ini untuk kamu.”
“Jika kamu merasa ini dirimu, bersyukurlah”
“Tapi jika ini bukan dirimu, bersyukurah”
“Karena ini adalah sajak yang ditulis dengan curahan hati yang sedang saling merindu”
“Kenapa?”
“Karena kamu”
“Kamu yang menunggu untuk selama ini menuntut kapan ada kebenaran.”
“Maka benar, bahwa kebenaran datang di belakang...”
“Selama kamu menjalankan di lima waktumu, selama kerudung dan baju yang kamu pakai, selama langit dan bumi yang kamu pijak sama.”
“Aku buat kamu akan selalu merendah.”
“Tahu kenapa, agar kita semua selamat”
“Jika kamu mau aku kelak akan mengajakmu”
“Atau membawa sebuah bunga yang sempat aku janjikan”
“Mungkin nanti aku akan menuju tempat dimana aku ingin mengajakmu.”
“Di sela kota yang ramai”
“aku akan memegang erat tanganmu, dan akan memegang erat tanganmu.”
“Sembari kukatakan pada rahim, itulah rumah anak kita kelak”
“Kukatakan pada dia, si kecil yang masih tertulis di langit”
“Jangan buat ibumu menderita karena kerinduan”
“Atau meneteskan air mata saat mengingat ayahmu belum datang untuk hari ini.”
“Titip ibumu ya anakku.”
“Jaga ibumu dengan baik sampai aku datang membawa berita dari surga”
“Bahwa kelak akan tiba hari dimana aku bisa membelai manis pipinya.”
“Ku tak ingin berlebih dengan ibumu, ku hanya sedang menikmati senyum ibumu dari jauh”
“Jika boleh aku bilang, ibumu memang cantik, tak tahu dari mana...”
“Mungkin dari setiap orang mengatakannya...”
“di sanalah aku tahu, bahwa ibumu memang cantik.”
“Tapi belum waktuku untuk mendekatinya”
“Kamu tahu kenapa?”
“Karena aku ingin mengerti arti kecantikanmu dari setiap sudut pandang orang yang mengatakannya.”
“Karena aku belum faham dan mengerti apa arti dari cantik itu..”
“Mungkin kelak aku bersanding dengan ibumu”
“Boleh lah kukata bahwa ibumu cantik.”
“Namun jika tidak aku akan menerima”
“Ini adalah jawaban dariku”
“Bahwa ibumu memang cantik”
“Entah orang mengatakan apa, tapi aku mengakuinya”
“Semoga selalu dijaga”
“Kecantikan indah dan kelembutan dibalut kesabaran”
“Itu yang kusebut kalbu”
“Jika kamu merasa meleleh membacanya...”
“Mungkin kamu akan menangis ketika kukecup keningmu dan kuucapkan selamat jalan”
“Apa kamu ingin kupeluk seperti aku memeluk bantal di saat tidurku.”
“Aku sering membayangkan bahwa itu adalah kamu”
“sangat naifnya aku, yang mencoba bertahan dengan kelemahan diri”
“Apa kamu juga akan naif, di saat semua orang tahu bahwa kamu juga mengatakan demikian namun kamu mengelak.”
“Aku beri tahu, bahwa dunia ini sudah milik banyak orang, bukan milik kita semata”
“Aku lebih suka jika aku menggendong mereka”
“Kamu tahu, bahwa aura anak itu sangat membahagiakan.”
“Jika kelak mereka lebih mencintaiku lebih daripada dirimu, kamu jangan marah ya.”
“Benar apa kata Pak De jika kelak kalau punya anak.”
“Kalau mereka lebih mencintaimu daripada ibumu itu adalah karena ibumu kurang dalam mencintaiya”
“Nak jika ayah jarang pulang, jangan marah ya..”
“Ibumu tahu apa yang akan dilakukannya”
“Sampaikan pada ibumu bahwa ayah sedang berjuang”
“Kalian akan bahagia”
“Karena ayah sudah menemukan apa yang ayah cari”
“Dan katakan bahwa ayah tidak akan pernah mencarinya lagi”
“Karena ayah tidak pernah kehilangan apa yang ayah cari dari dulu”
“tapi ayah sadar bahwa ayah sudah menemukan apa yang ayah cari.”
“Katakan pada ibumu”
“Ayah menemukannya”
“apa yang ayah tanyakan sejak dulu”
“Allah”
“Aku titipkan dirimu pada Allah dulu ya sayangku”
“Sembari aku bawa anak-anak kembali bersamaku”
“mereka sudah sangat merindu denganku”
“Maafkan aku yang pergi”
“Aku pasti dan akan kembali”
“Ini adalah caraku untuk melepas rindu padamu.”
“sini anakku, ayah mau membawamu ke mana kali ini?”
“O.... okeh ayah akan ajak kamu untuk mengenali apa itu mimpi”
“jangan lupa untuk berdoa pada Allah”
“Semoga kelak bisa bertemu dengan ayah..”
“Kekasihku, ini adalah cara aku untuk menemui mereka”

“Anak-anakku.”

Saturday, May 5, 2018

baik

                                                                Di Bilik Pelarian

Kejadian tempo hari membuat aku ingin sekali menulis dan menulis, kadang mereka masih kuat di pikiranku untuk terus merusak kesadaran. Jika kamu berada di posisiku mungkin malu bukan lagi alasan yang tepat buat kamu terus terang. Dalam beranda kecil dimana aku sering menulis kabar-kabar angin dan ketidakpentingan, aku mulai merasakan apa itu artinya dan makna dari hidup. Bukan perkara cinta, cita atau apalah yang dikatakan sampah, tapi memaknai, ini yang sedang aku cari, bagaimana cara agar memaknai hidup. Aku sadar bahwa pikiranku memang sangat bebas, begitu juga dengan gaya ucapan dan pendapat, orang akan mengatakan seenaknya, namun aku sadar bahwa sikapku harus dibatasi, pada akidah dan norma yang berlaku di masyarakat.
“sejujurnya mas, aku sedang khawatir dengan apa yang ada di statusmu..”
“Khawatir apa Kang.? Gak usah terlalu dipikirkan Kang, anggap ae memang qodar.”
“Statusmu ki bener, tapi ngedeni, aku khawatir yen dirimu mengko dadi perkoro gedhe.”
“Piye yo nak arep cerito....? Aku meh dianggap alay depresi atau apapun wis nrimo ae kang.”
“Bukan depresine sajake mas, tapi terkait dirimu iku lo, nekat opo nantang memang kowe ki sopo?”
“Aku ki yo bocah biasa kang, yo iku, Cuma memang aku lagi ae kenek coba...”
“Ngono iku kowe yo sadar opo sing mbok tulis lan lakoni?”
“Sejujure kang, aku akeh lali opo ra sadare...”
“Mosok, ra mungkin, aku moco iku jelas-jelas tulisanmu kowe yo upload-upload gak jelas...”
“hemmmm, piye yo kang, ibarate ngene, enek botol ki, terus isine 200ml,mbok iseni banyu putih, gedene 400ml, terus mbok pekso lan mbok tutupi, ning njero botol, iku botole mbok godhog ning njero tungku, terus mbok tutupi pancine rapet-rapet.”
“Kok kenopo ngono....?”
“Rasane koyok ngono Kang...”
“Byadalah iso-isone ya...”
“Pikiranku mlembung, awaku panas, atiku umup.....”
“weeihhhhh, lha piye iku?”
“Yo iku, akhire aku ra iso turu........”
“Mergo mikirke cewek ya?”
“sajake ora kang, aku ketok lagi tukaran......”
“Karo sopo tukaranmu?”
“Mboh, enek sing ning njero awakku ki koyok mekso tetep manggon tapi tak pekso metu, gak mung 1 tapi akeh...”
“Oalah, ngono tah....?”
“Yo bersyukuro kang, ugo ojo sampek kenek ning dirimu, nak wis podo ra iso dibenake akhire awake dewe sing kudu tahan lan kuat ngetoke...”
“Tapi sajake iku kabeh wujude ghaib ngono tah?”
“Yo memang ghaib, jenenge yo kelebon....”
“Tingkahmu iku biasa, tapi enek sing bedo memange, awak dewe sajake yo kaget pas iku...”
“Haha, wis sabar ae kang, memang nak dadi wadah ki yo ngeneki, aku sempat gak sadar moro-moro tangi tangi ning masjid jumatan”
“Lhaaaaa.............”
“Lha piye, jarene aku nggoleki ceweke, padahal iku aku ra reti kena apa...?”
“Jare kowe untung Mas, mergo enek kasus koyok dirimu iku sampai saiki gak balik-balik...”
“Ya, wingi aku yo dikabari bahkan enek sing sampek mati, gak urip ning perjalanan...”
“Lha kowe kenopo kok sinau-sinau ngono iku?”
“Aku?”
“Yo ra reti mas,  iki memang titisan, teko buyut lan simbah, mergakne memang bakal golek panggon gawe ngramut. Intine gambuh”
“Oalah, gambuh yo, mungkin ae wadahku cocok yen didadeke gambuhe.”
“Saiki piye kondisine?”
“Kadang isih kumat yen pas lagi gak tenang.......... Tapi iki belajar ngontrol Mas, aku benar-benar kentekan awak sekitar 6 bulan. Aku bersyukur enek sing bantu akeh, sing tak eling mung Ibuku, Khodijah, Aisyah lan Zaenab.”
“Wedok kabeh ya.....?”
“Iyo, mbuh ya, eneke mung iku tok sing gawe aku sadar.. Akhir lambat laun aku mulai balikne pikiranku. Rodok suwe rasane mulai ngeling-ngeling maneh siji-siji...”
“Koyok rusak ngono po pikirane?”
“Yo kang, sejenis koyok flash disk iku perlu direset lan direstart, aku ditawari obat sajake kang, tapi aku nolak...”
“Kenopo gak diombe obate?”
“Ketoke iki uduk urusan rogo, tapi memang urusan jiwa, aku milih media sing tepak kanggo ngetoke pikiranku kang, ben kabeh podo reti...”
“Oalah, akhire iku kowe nyoba nulis ning status...?”
“Iyo....”
“Yo nak aku mulai gak ke kontrol, aku milih nulis ning blog ae, sembari mikirne obate, ibuku, khodijah, aisyah lan zeanab.”
“Haha, wedokan ae Mas mas pikiranmu...”
“Haha, mending ngene timbah aku bunuh diri, wkwkwk...”
“Kok iso ya?”
“Ya semacam koyok enek sing narek ketika aku mulai gak sadar....”
“Wah wah, kebelet kawin iki...”
“Tepate aku lagi belajar mencintai kang, mencintai sing apik iki piye.....”
“Salut lah salut... Jujur ae aku ki seneng karo semangatmu lan kejujuranmu, tapi nek kebablasan yo aku dewe koyok risih, ngerti kan risih, seakan jijik lan gilani.”
“Heemmm, wajar mas, aku yo pas setelah nulis iku nak pas wis sadar do tak hapusi, ngerti kenopo? Koyok risih dewe mocone...”
“Alhamdulillah nak kowe wis sadar.......wkwkwkw, wis ndang taubat....”
“Yo iki aku lagi taubat kang, doakan ya, reti kan aku iki yo ngene kae lah uripe kakean kontroversi.. aku wis ayem diparingin ketetapan ning njero jamaah, tapi nak wis metu koyok ngono aku yo kudu benar-benar syukur diparingi umur sampai saiki ning njero jamaah...”
“Yo podo podo mas, aku dewe ki yo sering ngalami gak srek lan gesekan, tapi gak sampek larut.”
“Sebenare aku gak pingin ngungkit masalah iku, tapi aku jujur wis gak mikir maneh, kabeh enek salah lan insafe, selama  kabeh taubat Insyallah Allah paring dalan, anggap ae memang cobane setiap manungso kang, keimanan iku munggah mudun.”
“Bener opo jaremu, ojo dibaleni maneh ya,”
“Insyaallah, Bismillah.”
“Iki tak duduhi pesene....”
Kang Usman membuka hp yang memang diklarifikasikan langsung, memang dari sana kang usman mencoba meyakinkanku agar aku bisa sabar dan sadar dengan cobaan, karena semua karunia Allah. Apakah berat atau tidak memang semua ada batasannya, bersyukur diberikan hidayah itu adalah anugerah, tidak semua orang diberikan hidayah yang indah ini.
“Dengan Rahmad Allah S.W.T. Kami mendukung kamu untuk terus meraih mimpi, jika berkenan untuk mundur dan kembali dari apa yang telah kamu ucapkan aku harap kamu benar-benar siap menerima jawaban dari kami, bukan penolakan atau penerimaan, tapi sedang dalam masa pertimbangan, jika memang dirasa sudah baik dan memiliki tabiat yang sewajarnya dalam kurun waktu 2 tahun, maka kami siap memberikan apa kehendak yang kamu inginkan, jika Allah menghendaki yang terbaik percayalah jalan Allah masih ada, dan jangan berputus asa, karena Allah tidak mencintai hambanya yang menyerah dan berputus asa.”
Setelah membaca sekian apa yang ada dibenakku seakan aku mimpi, benar apa kata Kang Usman, cobaan itu berat tapi semakin berat akan semakin nikmat.
“Piye Mas?”
“Apane?” (Bingung)
“Lha iki pesanne?”
“haha, aku ngimpi” (ngukur ngukur kepala)
“Iso iso ae....”
“Lha piye, ayu ayu e, aku yo seneng, diwenehi 1 ae lo bahagiane minta ampun, enek sing gelem lo byadalah kang koyok kudu ngramut terus, ojo sampek lepas tangane....”
“Lha ngene ki piye?”
“Heemmmmm, mungkin Allah sung iso jawab betapa bungahe aku....”
“Yo gak oleh, ataupun oleh... gak opo, disyukuri...”
“Anjay....”
“Jodoh iku gak adoh, nak memang jodohe iku kenopo ora?”
“Aku pindah ki Kang, sengojo pingin nglalekne kabeh..... pingin fokus ibadah lan iso fokus kuliah maneh pasca kejadian oktober lalu.”
“Yo raopo, tapi nak ngene aku yo ra masalah, aku pribadi doakan juga semoga oleh jodoh sing barokah kanggo liyane..”
“Haha, barokah iku gak perlu kesusu ya Mas?”
“Jujur Kang, aku sering nampar pipiku dewe ben bener-bener tangi, yen iki ra mimpi....”
“Lha kenopo?”
“Aku ki spo nda yo, mung bismillah tok ae ning ndi-ndi....”
“Ojo merendah, gak kabeh wong iku reti piye carane Bismillah. Kowe kudu benar-benar rekoso nak memang wis niat, ojo digawe dolanan, mengko dzolimun linafsi, menganiaya mereka iku dosa...”
“Piye ya? Aku gak duwe tipe spesifik nak perkoro jodoh, sing kudu ngene-ngono-ngana. Sing penting ngaji, iso nrimo keluargaku, eh syukur-syukur mubalighot ben ibuku duwe konco ngomong, nak iku ae wis penak. Mergo sajake aku wis manut opo jare ibu nak perkoro jodoh, akhire aku diskusikan ngene lan ngene.”
“Piye jarene?”
“Ibuku yo balik ning aku maneh, Manut kowe to le, lawong kowe sing nanggung uripe. Byadalah. Jare sing penting ngaji lan iso nyampekne”
“wwkwkwk, nak ngene ki yo kepenak”
“Haha, aku gak begitu mikir nak jodoh kang, sebenare aku yo seneng ae nak dikongkon ngamalne. Bukan alasan aku pingin ngetes opo pingin nduduhi kusyukku, ngerti kan sing jenenge barokah iku kang, Rahmadlillah iku memang enek apane, bukan seanane.”
“Yo aku seneng yen kowe wis bener-bener niat karena Allah, bukan karena ngetes opo liyane. Opo kowe pernah kepikiran nyedaki ngono?”
“Gak kang, aku kenal yo mung sebatas kenal biasa.”
“Lha terus kenopo kok dadi niat?”
“Aku yo ra reti kang, iki iku koyok semacam sinyal ngono, ngerti trafo step up?”
“Ngerti....”
“Lha koyok ngono iku, nak tegangane lemah iso dadi kuat, lha aku yo ngono, aku iki nalikane ngerti ki biasa ae, tapi pas gak ketemu kok koyok enek sisa ngono....”
“hahahaha, iso iso ae sisa opo, setrum?”
“Semacam...... koyok gampang nyetrum kang, padahal pribadiku nak karo cewek ki yo rodok wegah, jujur ya, aku mikir nak cewek iki ayu iku bukan pas macak.”
“bukan cewek iku macak yo sunnah? Parfuman sing gak oleh... walikane nak lanang, lanang ki parfuman sunah sedang macak ki yo oleh-oleh ae...”
“Ngene kang, nak macak iki ayu kang, nak ayu iku aku bosen kang, alami lan natural iku apik kang... pokmen nak wis ayu gak usah kakean macak, insyaallah lak ayu. Aku goleh sing atine ae kang, benar-benar ayu. Aku dadi belajar koyok Bapakku saiki...”
“Belajar piye?”
“Yo percoyo karo deweke, bayangne Bapakku ki bali seminggu pisan, anak lan bojo ditinggal ning omah, deweke muter lan nyetir ning dalan. Aku gede karo simbah lan ibuk, jarang reti bapakku ning omah. Wis ibuku koyok rondo yen pas lagi ketemu kancane ngaji...”
“haha, yo ra popo lha nak amanah kan yo perlu...”
“Yo opo aku yo diqodar ngono ya, gak ngerti gedene lan kabare anake moro2 kuliah, moro2 rabi wkwkwk”
“Nak ngono memang kudu kuat..”
“Aku jujur kang, sampai saiki gak reti kabare kabeh iki piye, mboh urip, boyoken, mati opo setengah setengah...”
“kan nak lagi kangen iso dolan to, mboh ning masjide opo sowan ning omahe...”
“Gak ngono kang, aku pingin yen kangen ndongani ae, semoga sehat wal afiat lan paring barokah...”
“haha, lagi iki aku sadar yen wong pemikir nak lagi kasmaran luwih sweet timbang liyane ya...”
“kowe piye kang karo bojomu?”
“Yo tak gowo ni lah, kan manten anyar...”
“Ow... nice-nice... aku pingin bojoku suk iso ayem karo bapak ibune ae, mergo aku pingin deweke luwih takdhim, yo nak pas kangen nelpon opo chatingan opo sms, opo video callan, sisane mengko kirim bulanan.”
“Niate pingin ning ndi nak wis rampung kuliah?”
“Aku pingin lungo adoh, ninggalne jogja, nak iso yo nyambut sing bener-bener nyambut, ilmu ku dadi mahasiswa bener-bener guno...”
“Wah ambu-ambune gak pingin ning kene ki,....?”
“Haha, jarene aku gak usah bali nak isih umur 40 an, kon minggat sing adoh...”
“sopo sing ngomong ngono....?”
“Pak lek, kon golek koyo ning negarane wong ae, bali nak wis akeh modale, mengko kon gawe usaha...”
“Lha dene........ kowe pingin ning ndi?”
“Nak iso keliling dunyo kang, ngendog 3 tahun, minggat maneh, ngendok 5 tahun, minggat maneh. Pokmen jelajah lah, ben gak dadi korban iming-imingan.”
“sangune kudu akeh lo.....”
“Sanguku Bismillah.”

BISMILLAH

Monday, April 23, 2018

Nyampah

Aku dan Kegilaanku
Seperti biasa, dering HP yang selalu menyambut pagi kali ini aku sudahi, kukatakan pada LG bahwa akus sudah harus mandiri, tanpa ada kamu, aku bisa bangun sendiri, kali ini bukan ibu dan bukan kekasih yang mengabari untuk membangunkanku, kali ini memang aku ingin, aku sendiri terbangun di 1/3 malamku.
Kukatakan, “Aku tidak akan keberatan jika aku kehilangan Hpku, tapi aku akan sedih jika aku kehilangan jam tanganku.” Pasti orang mengatakan,
“Heh, apa kamu sudah tidak waras, Jam tangan itu gak nyampai 500.000, HP itu mahal....”
“Setidaknya kamu tidak butuh waktu untuk melihat jam tanganmu, karena kamu akan melihat waktu ketika kamu melihat jam tanganmu.”
Sobat, aku kali ini ingin menulis lagi dari sekian tulisah receh sampah yang akhirnya membuat si dia terjatuh lagi. Kali ini aku mengalami masalah, entah serius atau sekian kali serius. Pada mulanya aku merasa bahwa aku akan pasti belakangan, namun setelah aku cerita ke teman,
“Santai can, jangan kamu susah, terpenting kamu usaha dan jalan, jangan terlalu dipikir, percuma kalau dipikir, dijalani aja”
“Betul ya, kenapa aku baru bilang sekarang...”
“Semua orang pasti ada masalah can, tapi lihat dulu kepada siapa mereka cerita.....”
Dia menenangkanku, dia teman yang memang bukan apa-apa bagiku, kita jarang bertegur sapa, bukan karena aku yang tidak dekat, tapi karena aku yang menjauh dari golongan mereka. BENCI? Lebih tepatnya aku ada kesibukan lain yang sejenak melupakan mereka.
Pagiku terasa berat sebelah, saat aku sedang terbangun di samping tiang masjid dan ditemani tas eiger abu-abu hitamku, untuk kedua kalinya aku memutuskan tidur di masjid. Ditemani sajadah hijau dan hangatnya rompi hitam, serta suara kipas angin yang selalu berdering kala memutar haluan.
“Aku malas bangun sobat aku masih ingin menikmati hangatnya pelukan mimpi.”
“Jangan gitu, kamu harus bangun dan sholat malam”
“Ah nanti aja masih jam 4.00”
“Hei kamu sedang dalam masalah lekas bangun”
Seperti Ikal dan Arai dalam edensor dimana kedua karakter ini seakan seorang, aku tahu bahwa Andrea Hirata juga akan mengatakan demikian.
“Aku dan Arai itu sebenarnya satu. Arai adalah sisi baik dimana aku dulu kesepian, dan dia adalah kesepianku....”
“Bang Andre, apakah Arai itu Tuhan yang selalu mendengarmu?”
“Jika aku katakan iya, apakah kamu percaya itu?”
“Aku akan mengatakan IYA........”
“Haha, hanya kita yang tahu saja, aku buat karakter Arai seperti tinggal dia manusia yang tahu saat kita kesepian....”
Boleh dikata, aku juga sepertimu Bang, aku punya teman yang selalu menjadi bayanganku, ketika dia adalah aku, dia adalah aku, ketika aku adalah aku, aku bisa bukan aku. Aku juga memiliki sisi dimana aku dan dia ada. kuberi nama dia Isaac.
Sudah 3 tahun sekian bulan aku terjebak di jogja, sudah empat kali aku harus berpindah karena kesalahanku, kukatakan ini karena kenekatanku untuk berani atau untuk dihina. Di tempat yang baru ini, seperti biasa, aku hanya butuh tempat untuk menaruh barang, sisanya hanya tempat persembunyian saat sang bayangan datang.
Di zaman yang seperti ini, aku berlagak seperti orang tua yang sudah mempunyai anak belia dan siap dipinang. Bukan 1 atau 2, sudah ada 3 wanita yang siap menanti untuk kupinang. Kukatakan iya atau tidak aku akan datang untuk memberi lamaran, namun aku tidak akan pusing dengan penolakan darimu, bukan karena aku yang mahal atau sok mahal, tapi aku tahu bahwa dirimu juga sangat berarti dimata lelaki lain.
Aku tetap hanya lelaki pemimpi yang bisa memilikimu sayang, aku masih sangat belia, usiaku masih belum kepada tiga, kemapananku taklebih baik dan kaya raya daripada mereka, yang diam-diam mengatakan suka padamu. Kukatakan mereka lebih pantas dari aku yang terus menghujan cerita cinta dan gombalan masa belia ini.
Kuterjebak dalam ruangan yang tak bersekat, di sini dinding antara aku dan kamu tidaklah setinggi lalu, aku takut jika kamu tidak bisa mencapaiku, atau sebaliknya aku juga takut jika aku tidak sampai mendekatimu. Sehingga aku katakan kala itu
“AKU EDAAAAAAAAAN!!!!!!”
Kuisak tangisanku dalam ruangan yang tergenang dengan air, di sana ada 8 orang laki-laki yang siap memegangiku saat aku sudah tidak normal lagi. Aku katakan bahwa ini adalah kutukan, kutukan mimpiku yang terus membayang. Secepat mungkin aku kembali dari rehabilitasi karena aku yang setengah tak waras ini terus menghujat tuhan.
“Apa kamu percaya Tuhan mas?”
“Aku tidak percaya Tuhan........”
“Mengapa,? Terus mengapa kamu sholat?”
“Karena aku belum pernah melihatnya, yang aku lihat itu bukanlah tuhan itu hanya aku dan bayanganku...”
“Jadi sebelum aku melihatnya aku belum bisa percaya pada tuhan...”
“Aku sudah mencoba untuk pindah agama dan kepercayaan, aku percaya dengan Yahwe tuhan Yahudi, aku percaya Sang Hyang Widhi Washa tuhan Hindu, Aku percaya Tuhan kata budha, Bahkan aku percaya Atheis tanpa tuhan, aku percaya Yesus itu Tuhan Kristen, dan Tuhan ada 3 Bapak, Ibu dan Anak ala katolik, dan Tuhan ala Nashrani, Tuhan ala Syiah dan tuhan-tuhan yang lain... tapi aku tidak percaya tuhan di islam....”
“Mengapa kamu tidak percaya tuhan di islam? Bukannya kamu islam?”
“Karena Aku islamlah aku tidak percaya tuhan islam..................................”
“Kok bisa begitu?”
“Karena di islam tidak ada tuhan.......................”
“Terus selama ini kamu menyembah apa?”
“Aku menyembah Allah....”
“Apa bedanya Allah dan Tuhan”
“BEDA”
Dalam kerangka baca yang aku alami ini memang orang mengatakan kebebasan berpikir untuk terus memberikan jawaban akan kondisi pertikaian hati dan pikiran, apakah sejatinya dan hakikinya kehidupan.
Aku pernah tidak ingin sholat, bukan karena aku merasa sudah jenuh sholat, tapi aku ingin merasa diri ini benar-benar tidak usah sholatlah, yang penting baik agar nanti juga tahu bahwa mereka yang bercadar pun juga belum tentu laku di mata lelaki.
Tapi ketika aku menghendaki untuk tidak sholat, mengapa aku terbangun di sepertiga malamku, aku mencoba untuk tidur lagi dan terbangun jam 3.15, ku tidur lagi dan terbangun di jam 3.30 hingga akhirnya aku terbangun di jam 4.00.
Aku marah pada diriku, jangan dan sudahi bangun jam segini, aku capek bangun jam segini, aku mau tidur dan bangun jam 6.00 pagi. Namun kenyataan berbeda, aku justru terbangun kala adzan berkumandang. Entah apa atau apa, tapi itu alarm yang selalu membangunkanku saat aku terlelap di bilik kamar.
Jika kamu tahu, banyak mahasiswa yang sudah mulai gegam gempita ketika sudah menjelang masa akhir kuliahnya, mereka seakan sudah siap dengan status sarjana di diri mereka, aku juga tidak marah jika aku juga menghendaki demikian, hanya saja aku ini merasa sudah semestinya jika aku nanti digambarkan
Lulus, Kerja, Nikah, Tua, Mati (sudahlah ini siklus manusia hidup)
Aku sempat berpikir
Belum Lulus, Mati (udah itu saja, jangan yang lain)
Tapi banyak orang menolak untuk demikian, mereka mengatakan bahwa hanya orang bodoh yang tidak ingin menikah...
Aku sejujurnya juga tak ingin menikah, juga tak ingin bercinta dengan siapapun, apakah ingin dengan diri ini, dengan tangan?
Bukan, aku ingin menikmati masa-masa mudaku dengan kemudaanku, benar apa kata bang roma, bahwa masa muda adalah masa yang berapi-api. Merasa semua dimiliki dan tidak peduli. Namun saat aku cuek dan tidak peduli, mereka justru peduli, dan ketika aku peduli, mereka justru cuek...
“Timing orang berbeda can, kamu atau aku kita berbeda, mungkin jam aktif di hidupmu, belum tentu jam aktif di hidupku.”
Ya bisa dikata demikian, aku sedang dalam masa dimana orang mulai mengatakan
“Kapan pendadaran mas?”
“Sudah sejauh mana skripsinya?”
“Masih kuliah po mas?”
“Belum apa-apa bu, saya masih magang dan itu bermasalah. Mungkin saya akan molor kuliah dan mengulang magang lagi.”
“Lha kok bisa? Apa gak kepingin lekas lulus...?”
“Bukan gak kepingin bu, tepatnya masih belum butuh untuk lekas lulus...”
“Lha piye nak gak butuh lulus, orang tua di rumah bagaimana?”
“sudah saya katakan Bu, orang tua mengizinkan saya molor kuliah...”
“Memangnya sudah tinggal berapa SKS lagi?”
“Tinggal Magang, Tugas Akhir, Engineering Ethics, Komprehensif, dan 4 mata kuliah lagi sudah lulus.”
“Lha gene, dirimu ki lo yowes pantes, ndang lulus, terus kerja dan nikah...”
“Budhe, saya masih ingin menikmati status mahasiswa saya, dimana saya memakai uang orang tua untuk foya foya dan berdosa, makan semuanya sampai perut membuncit dan menyesali, mengapa aku dulu tidak menjaga berat badan, ngobrol sana-sini membahas cewek cantik dan cewek gak cantik.. Sejujurnya budhe, masa laluku sebagai mahasiswa sudah terbuang karena kerja, partime, privat, amanah dan lain-lain, kali ini saya ingin merasakan yang namanya diri mereka yang dulu membuatku ingin seperti mereka tapi tak bisa karena beban orang tua...”
“Apa salah jika aku pingin nakal, minimal orang tua akan semakin menyesal karena anaknya tidak lekas lulus kuliah.?”
“Dasar aneh, lha gene kamu lo mas, mosok kuliah pingin molor daripada lulus tepat waktu....”
“Saya lebih memilih santai dari pada terburu-buru budhe, karena ketika saya santai justru saya merasa cepat dan faham, tapi ketika saya grusa grusu, saya merasa kurang begitu mendapatkan hasil yang maksimal....”
Sejujurnya dengan keadaanku yang seperti ini, aku sangat merasakan kenyamanan dalam diriku, kemana-mana membawa status mahasiswa tingkat akhir yang sudah siap dengan skripsi dan paper di tangan. Aku sangat setuju dengan pesan Pak Yitno..
“Dulu, mahasiswa itu raknya dipenuhi dengan buku-buku... Jika sekarang ada mahasiswa yang wisudanya berfoto dengan background rak buku, sedangkan di kamarnya tidak banyak buku yang dia miliki, atau buku yang dia baca, itu namanya mahasiswa MUNAFIK!”
Sejujurnya itu alasan mengapa aku sudah mulai memperbanyak koleksi buku di kamar, ketika doni datang ke kamar
“Mas bukunya boleh tak minta?”
“Jangan ya don, kamu boleh minta filenya tapi aku tidak akan mengizinkan siapapun meminta bukunya, bukan aku yang pelit, tapi di sana ada coretan dan reviewan yang aku baca dan kenangan.”
Karena sejujurnya kehilangan buku itu lebih kehilangan daripada kehilangan uang, ya atau tidak cobalah kamu membeli buku, dan kamu pinjamkan ke orang lain setelah itu kamu melupakannya dan tidak pernah membahasnya lagi sampai pada akhirnya kamu tahu bahwa bukumu itu sudah tidak ada.
Setelah aku lihat banyak buku yang aku baca, sekarang aku ingin besok di kamar bukan buku-buku lagi yang memenuhi di selasar dan beranda kamar, tapi buku-bukuku, buku karanganku yang memenuhi di setiap celah kamarku. Kali ini aku suka dengan tulisan, dan aku jadikan menulis adalah hobi yang aku gunakan disamping membaca.
Sejujurnya kali ini hobi membaca dan menulis sudah mulai hilang ditelan zaman, jika aku buka lembaran lama, kala masih berbaju putih biru, aku melihat di sana tulisan biodata lengkap serta foto 3x4 dengan tulisan dan nama makanan favorit sampai cewek idaman dan hobi.
“HOBI : Membaca dan Menulis”
Hampir setiap buku yang aku baca, yang ada di binder mereka selalu tertulis, “HOBI : Membaca dan menulis”
Namun aku sendiri di binderku aku tulis, “Hobi : Memasak, Ngomel dan tidur di atap rumah saat malam hari”
Sontak teman-teman pada tertawa dan meledek, kamu ini lelaki hobi masa, ngomel
“Hoe boy memasak dan ngomel ki hobine cewek, bukan cowok...”
“Lha arep piye, memang nyatane yo ngono, nak hobimu opo?”
“iki lo.......”
Iyaaahhhhhh benar, membaca dan menulis, baru tahu bahwa mereka semua itu Cuma omong kosong. Setelah sekian lama aku membaca buku binder biru itu, baru kali ini aku menyadari bahwa hobi mereka sekarang menjadi hobiku,
“Hobimu apa mas?”
“Membaca dan Menulis...”
Haha, aku kembali ke masa zaman SMP dimana dulu Hobi membaca dan menulis itu seakan umum dan sekarang hobi membaca dan menulis seakan langkah.
“Hobimu apa dik?”
“.............................” (Mereka bingung)
Ya itulah permasalahannya, mereka tidak punya hobi, justru itu yang aku khawatirkan. Setelah sekian banyak aku ngobrol sama mereka, aku tanyakan balik ke mereka.
“Sebenarnya kamu tahu apa itu hobi?”
“Sesuatu yang sering dilakukan saat kapanpun mas...:”
“Kalian tahu benar namanya hobi, kenapa ketika aku tanyakan hobi, kalian justru bingung?”
“Aku suka main game di HP, aku suka dengar lagi di HP...”
“Kenapa gak tulis aja di bukumu, Hobiku baca status dan menulis status, serta baca status orang lain dan chattingan di WA serta buka instagram dan lihat insta story...”
“heemm..... itu hobi ya mas?”
“Wkwkwkwk bukan, itu kecanduan.....”
Di zaman seperti ini, jika masih ada orang mengatakan aku produktif tapi hanya berkata di HP saja, dan aku bermesraan dengan dia dan itu hanya di HP saja, kamu akan lekas bosan.
Anehnya mereka mengatakan tidak kecanduan, padahal sejujurnya itu justru kecanduan. Jika kamu tahu, kecanduan apa yang bikin kamu kurang produktif, ya kecanduan HP ini. Maka dari itu, apa yang sedang aku lakukan adalah bagaimana caranya untuk menggerakkan diriku agar tidak kecanduan dengan HP, sejujurnya HP itu merusak pikiranmu, daya ingatmu dan masa depanmu. Bahkan HP ini akan membuat moodmu kurang begitu menyenangkan.
Jika kamu ingin lebih produktif dalam hidup, sudah tidak usah membeli paketan dan membeli paket internet, itu buang-buang waktu dan buang-buang pulsa. Lebih tepatnya coba kamu sejenak tidak membuka HP selama 1 jam, 2 jam 3 jam atau 4 jam. Jika kamu dalam sehari tidak membuka HP selama 2 jam terakhir. Kuacungi Jempol.
Jadi sekarang tahu kan, apa yang membuat kegilaan bagiku.
Karena teknologi itulah yang merusak masa depan bangsa.
Sejujurnya, aku hanya memakai waktu kurang dari 2 jam untuk menulis ini, dan sekian menit aku ke kantin untuk mencari cemilan agar terisi perutku, baru aku sadar bahwa aku bukan lapar, tapi memang harus makan, entah ada apa dengan diriku ini
Secercah ini hanyalah tulisan sampah yang aku gunakan untuk mengobati kejenuhan pikiranku yang tadi terlintas di jalan, mengapa? Karena aku merasa bahwa pikiranku harus terdokumentasi dengan baik ketika kamu menulis, sehingga aku katakan ini tulisan sampah, karena tidak ada nilai sama sekali di dalamnya

**** 

Thursday, April 12, 2018

Sempat Hilang

2045
“Neocan Theory”
The Theory of Everything, from nothing

“Para Hadirin semuanya, kali ini memang sebuah keterpukauan kita semua atas dedikasi seorang insan yang telah memberikan curahan hati dan pikirannya untuk memajukan peradaban teknologi.”
Dalam suatu podium megah di Cologne Colleger stadium of Nobel di Swedia. Perhelatan megah ini memang sudah menjadi acara tahunan yang diselenggarakan oleh panitia Nobel Laureate yang pastinya menjadi sebuah anugerah terbesar ilmuwan dunia, yang mendedikasikan semua kehidupannya untuk memberikan pengetahuan bagi manusia demi kemaslahatan umat manusia.
“Kali ini memang sejarah baru peradaban di dunia ilmuwan, bagaimana tidak, ilmuwan kali ini berasal dari sebuah negara di belahan bumi timur yang selama ini tidak begitu memiliki kiprah besar terhadap perkembangan teknologi.”

“Mari kita sambut ke podium ini, Prof. Aji Candra Lestari. Professor of Gadjah Mada University dengan Theory NEOCAN yang dia kembangkan selama ini, sebuah teori yang menyatakan bagaimana relativitas waktu dengan perpaduan hukum fisis dan ilmu multidimensional, pendekatakan sosiotechnomultikulturisme yang berasimilasi antara sebuah kebudayaan, peradaban dan teknologi serta modernisasi gaya perpikir manusia, kali ini Prof. Can akan menyampaikan sambutan atas diraihnya nobel laureate bidang Fisika, Peace dan Literature.”
“Beri Applause meriah untuk Prof. Can.” (Sorak sorai semua tamu undangan”
Kali ini aku berjalan sebagai orang paling bodoh di dunia, aku merasa baju dan jas ini cukup berat kubawa untuk berjalan ke podium, di usiaku yang sudah 60 tahun aku hanya bisa menundukkan kepala, napas berat terengal-engal untuk bisa keluar, kursi dan kaki gemetar berasa ingin untuk tidak berpindah, entah apa kataku, aku seakan masih dalam mimpi mudaku, dimana aku dulu didiagnosa terkena autisme atau sindrome down...
“Puk....” (tepuk Prof. Galih)
“Ayolah Ji, bukankah kamu dulu yang memulai diskusi Neocan sewaktu kamu masih di Indonesia, dan aku di Nagoya. Lalu kamu merumuskan dasar-dasar irreversible dan reversible, serta teori penghancuran massa untuk dijadikan massa kembali.”
“Cebok, kamu aku suwe kudu ngenteni opo, Hoe....” (Ucap Bang Tito)
“Heeeeiiiii Cebok, kowe kudhu meyakinkan iki asli Indonesia, ojo diowah owoh...”
“Hemmmmmmmm haaaaaaahhhhhhhh” (bernapas panjang...)
Dada ini masih berasa berat untuk bernapas...
“Mas.......................... percayalah...”
“Ayah, bukankah ini yang selama ini ayah lakukan setiap waktu, ayah tunggu apalagi” (Ucap Elsevier)
“Bapak................ kami bangga punya Bapak seperti Bapak.”(sahut Afif)
“Yah.... bukankah ini waktu Ayah untuk menunjukkan pada dunia” (Ucap Aslan)
“Kami selalu bangga denganmu Yah...... kini Ayah harus siap....”
“BERI TEPUK TANGAN yang MERIAH kepada Prof. CANDRA...”
“(Ibu...... apakah setelah aku sampai di podium ini aku akan mati)”
“(Ayah.... apakah setelah di podium ini kamu akan bahagia)?”
Tlek....... ku berdiri
Tlek.... semua berasa sangat pelan, ku justru bisa mendengar suara detik jam tangan..... tlik.. tlok....Jam tangan ini mungkin sahabat paling setia yang menemani tidur dan kerjaku,
“Ku tak akan marah jika kamu juga mengatakan demikian jamku, mungkin kamu juga sudah lelah dengan semua yang aku kerjakan.”
“Percayalah ji, aku selalu setia menemanimu sampai detik-detik terakhirmu, percayalah jika ini adalah akhir, ini akan menjadi akhir yang indah milik kita. Kamu jangan takut lagi akan kehancuran yang kamu bayangkan, kamu dan aku sudah bersama menghadapi masa-masa sulit hidup ini, percayalah pada dirimu, bahwa semua percaya pada dirimu, kita semua percaya pada dirimu....”
“Baiklah...... Bismillah”
Naik perlahan ke podium, dasi merah dan jas hitam ini memang pas dengan badanku yang tidak begitu tinggi, di sana aku lihat ada beribu orang kulit putih yang sudah siap tertawa mendengar penjelasanku, aku terlihat sangat cupu dengan komprang yang kecil ini. Aku nampak seperti bocah yang baru lahir kemarin sore. Di sana aku lihat mereka seperti manusia setinggi tangga, aku hanya sebahu mereka, wajar jika otak mereka juga high class. Aku ini easy class, easy rock. No more hard rock.
Di sana kumenatap wajah istri-istriku, mereka nampak menahan curahan air mata, dan putra putriku yang sejatinya dulu sempat aku idamkan akan menjadi putra-putri yang siap meneruskan perjuangan Ayahnya kala putus di tengah jalan.
Nampaknya Tuhan juga akan marah jika aku hanya bercucur air mata tanpa usaha. Aku melihat bagaimana proses ini menjadi jalan pikiranku, atas semua kebingungan dan keruwetan ini. Aku sadar, bahwa ini semua memang jalan hidup yang sudah ditakdirkan. Kumenatap satu persatu wajah manis mereka, putra putriku. Di sana aku melihat Asriel, Aslan, Flili, Carla, Afif, Elzi, Alva, Alwa. Semua berjajar rapi, kutak melihat di mana mata mereka yang berbeda, semua hampir mirip denganku. Ternyata ibu kalian memang wanita yang sangat mulia, kalian tumbuh menjadi putra putri yang tak menghilangkan budaya dimana ibu dan bapak yang semestinya.
Tepat waktu menunjukkan pukul 20.00 waktu setempat, di sana aku melihat gaun merah, gaun biru dan hijau khas milik ibumu.
“Para hadiri yang berbahagia.... Selamat Malam dan Salam Sejahtera bagi kita semua
Assalamualaikum Warokhmatulloh Wabarokatuh......
Ku pakai kaca mataku, tanpa frame yang memang selalu aku suka, gaya ala pemuda dan ABG memang selalu menjadi andalanku menarik perhatian banyak orang.
“Tak terasa kebodohan ini berbuah sebuah hasil karya yang memang prestis, ku tak tahu syariat apa yang pantas, tapi aku terlahir dengan begini adanya. Hanya orang gila yang mau mendengarku, karena kadang aku melihat kalian tanpa kaki, bahkan di sini aku merasa sepi, karena kalian ramai......”
Sorak tawa tamu undangan...........
“ kadang jika kalian tahu, bagaimana anak kecil yang suka dengan air, lalu meminumnya, suka dengan angin lalu memainkannya, suka dengan batu, lalu menggigitnya, suka dengan daun, lalu memakannya... ya itulah sedikit testimoni di masa kecil, dimana waktu itu yang kutahu bahwa teori adalah suatu hikmah dan pendapat seseorang akan kenampakan alam yang ada di sekitarnya. Bahkan kebodohan meminum air seni sendiri dan kotoran sendiri juga menjadi pemuas keingintahuan. Jika kamu tahu bagaimana matahari berpendar, dan bulan terus bercermin, ya itu terkadang mengganggu pikiran. Kala kamu bertanya pada dirimu, mengapa bintang bisa berwarna warni, langit bisa biru dan putih, malam bisa hitam dan kelam, dan wajah rupawan selalu menawan...”
“wkwkwkwkw......” (gelak senyum)
“kadang kalian tahu, apakah microfone ini sudah menjadi gigaphone, dan termometer sudah menjadi termocouple, semua seakan memiliki nama yang sama, padahal semua itu berbeda. Orang mengatakan kita senama tapi tak serupa, serupa tapi tak serasa dan serasa tapi tak sama. Jika kalian tahu, apakah kucing afrika dan asia akan langsung kawin hanya karena bahasa kucing yang sama..... hahaha”
“hemmmmm, sure....”
“deal” (seru beberapa tamu undangan)
“ya saya sendiri adalah seorang yang tertarik dengan ketertarikan.... apa yang membuat menarik, pasti asyik untuk dinikmati, saya juga demikian... menjawab rasa penasaran itu perlu, tapi ada batas.... keterbatasan ini yang membuat saya berpikir, bagaimana membatasi agar keterbatasan ini menjati tak terbatas, dan semua bisa membatasi diri masing-masing.......”
“Theory Neocan, atau theory ketidakterbatasan adalah suatu riwayat dan kisah pilu saat masih bujang dulu, ini mengingatkanku pada mereka, semua yang duduk di kursi podium dengan Anggunnya. Bahwa tanpa doa, cinta dan dedikasi mereka nampak akan sirna dan tiada apa apa...”
“Mimpi kowe Ji....”
“Lheee, sadar, melek leee....”
“ini yang membuat diriku terus da terus membuktikan bahwa ini benar adanya, sampai pada akhirnya aku bisa berdiri di sini..... kuhanya menahan air ini agar tidak lekas keluar karena mimpi, tapi ku sadar bahwa ini tak akan keluar karena keringat sudah bercucuran.....”
“Terima kasih kepada Prof. John Thorn dan Prof. Kudavhar Ranakhan... yang sudah meminjamkan bolpointnya yang tadi sempat aku bandingkan, apakah bolpoint astronot dengan bolpoint anak SMA sama, ternyata sama..... sama sama bolpointnya..
Sekian terima kasih...”
Standing Applouse


Saturday, April 7, 2018

firstly


Mr. John Ft. Mr. Candra
I say about Dream

“Ok Dude, let me start our conversation about who you are.....”
“Ok Mr. John, I don’t think that you will take this moment to surprise me......”
“Okay, Can, you always have a boring time and your poker face like a reaper, Dead reaper...”
“I don’t think so, you must understand, indeed.....”
“Adventure is out there....”
“Ketchupppp, you know sir, I say “CAKEP” in Indonesia...”
“oo, really....... Candra, you said about Indonesia, what will you tell me about it? I am curious about this country..... You know, which one is bigger, BALI or Indonesia?”
“Both........... Hahaha..... “ (LOL)
“Both? Heemm but Mr. Can, I cannot catch it.....”
“Indonesia is the bigger than Bali sir, but internationally, Bali is more famous than Indonesia.”
At the moment when Mr. John and I sat on the Terrace, he tried to make a little conversation with me when he looked at me. I knew that he tried to give me an impression to rise up my day. Mr. John was a Frenchman who became my advisor for this research program. Today he got curious about my home country Indonesia because he had never heard it before.
“Hello Mr. Can, I want you to tell about your hometown first, what is your hometown ?”
“well, where should I begin? I just live in a little countryside sir, a little hometown.”
“You are villager?”
“Haha.... ya I am really villager and live in a little town called Nganjuk. You know, my hometown is less famous than Jakarta, Bali or Jogjakarta, they call it, wind town, or in Indonesia, they call “Kota Angin”, very unique town with large paddy fields which spread out as long as you can see.”
“Can you find a wild animal there, Mr. Can?”
“Sometimes you will find a little bird or a colony of birds fly. There, you can see farmers plow the field, some of them use an ox to plow the field..”
“Really, I can tell that it must be very exciting, musn’t it? you can drive ox and plow with it. You know, Candra, here you can not see oxen. We can only see at the paddy field, not all of us can touch or step on it because the owner will get much complain when the rice quality is under the market need.”
“Sir, I will give you a new view, a point of view that we will realize that it is needed to open our mind..”
“Yeah, sure......”
“you know, why do I choose this research field when everyone tells me that it is unimportant and impossible. One day I tried to give up on my idealism and I tried to end my life... Yes, I want to suicide my life, because I haven’t found the way how to overcome it......”
“Can..... not all the well-known men always succeed at their first attempt, they always try and try... they never stop to try when they fail, you know that complexity is started from a simple thing. You must  try from the simplest one when you have a complex goal”
“Hmm, well sir, I always find the most and the biggest, but I have never thought about the simple one. Honestly, this is my worst moment, under productivity, and I find a certain moment when I can not find my intention to finish my study in campus, I don’t know why I think I have reached my saturation point.”
“Saturation always perches to everyone, Can, not just you, me too. I always get bored when my research is entangled.”
“Ya sir, I often feel it, Sir.. you know, this skill is really unthinkable, I start a research for rocket and gas turbine because the need when I visited PJB Gresik, Manager of Engineer told me, that Gas Turbine Expertise in Indonesia are still few.”
“I know these limitations always come and burden your mind.... Me too....”
“I always demand to give bigger and faster with high standard, I never think about their view, their mind and I always try to open my mind widely...”
“Can, the reality is not just had by you, but everyone must bear it, they must face the reality.”
“You know sir, in this room, I just sit and write a little short story to release my mind, and my complaint. You never know when the wind starts blowing, they just come without signal..”

“Ya, I like my inspiration sir, I have never thought too much to realize it, I just take what I can create for this, and who will be affected to join me, as I say “Agent of Change..” I must be broken until there is no remaining, then I must build up from where I end.”